RADIOELGANGGA.COM – TEAM LONGOK
Jumat, 1 November 2024
Kisah Warga Kampung Kranggan Bekasi Pertahankan Rumah Adat Sunda Selama 7 Generasi
Bekasi – Kampung Adat Kranggan diyakini sudah ada sejak tahun 1500-an, sehingga dianggap sebagai kampung tertua di Kota Bekasi. Warga Kranggan masih mempertahankan adat istiadat serta rumah adat Sunda mereka selama 7 generasi meski dihadapkan dengan modernisasi.
Kampung ini berawal dari kedatangan leluhur mereka, Syaipin atau Olot Ipin dari Desa Kranggan di Gunung Putri, Bogor. Ia membangun perkampungan, tepatnya di kawasan yang sekarang dikenal sebagai Kelurahan Jatirangga, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi.
Team detikProperti sempat bertemu dengan Juru Bicara Kasepuhan Adat Kranggan, Abah Namin saat mengunjungi Kampung Adat Kranggan. Ia menceritakan saat ini masyarakat Kranggan asli merupakan keturunan dari Olot Ipin, sehingga saling memiliki hubungan kekerabatan.
“Kalau secara menyeluruh, masyarakat Kranggan itu semuanya saudara kalau kita lihat garis silsilahnya, garis keturunannya karena dari Uyut Syaipin (Olot Ipin) semua asalnya. Dan sampai sekarang berkembang seperti ini, banyak rumah dan lain sebagainya. Kalau dulu hanya rumah adat ini aja yang satu adanya,” ujar Abah Namin di Kampung Adat Kranggan, Rabu (30/10/2024).
Penduduk asli dulunya merupakan petani, pedagang, dan buruh. Namun, sekarang seiring perkembangnya kawasan, sudah tidak banyak sawah dan ladang. Profesi dan sumber mata pencaharian masyarakat sekarang pun sudah beragam, mulai dari pegawai negeri, pegawai pabrik, buruh, dan lainnya.
Mereka masih mempertahankan dan melestarikan rumah adat Sunda. Namun, banyak rumah tradisional Sunda milik warga sudah diubah menjadi rumah konvensional pada umumnya.
“Kalau untuk yang rumah-rumah yang biasa itu rumah panggung biasa, ukurannya kecil untuk keluarga biasa. Dan sekarang juga sudah mulai menghilang seiring dengan kemajuan zaman tadi,” ungkap Abah Namin.
Setidaknya sekarang tersisa beberapa rumah tradisional, baik rumah adat ataupun hunian tokoh adat. Akan tetapi, banyak warga yang sudah mengubah rumah panggung menjadi modern, sehingga tinggal rumah-rumah tokoh dan rumah-rumah sesepuh Kampung Kranggan.
Zaman semakin modern dan kawasan sekitar kampung semakin maju, tetapi rumah adat satu ini masih bertahan. Tentu bukan tanpa sebab, rumah ini sudah direnovasi beberapa kali untuk memperbaiki kerusakan.
“Kalau rumah seperti ini, di rumah besar ini, rumah adat kesepuhan Kranggan ini juga mengalami beberapa kali renovasi, seperti sekarang kan. Dulu ini (teras) masih papan, sekarang udah kita ganti dengan keramik,” ucapnya.
“Artinya, seiring dengan kemajuan zaman kan kalau memang papan (bahan panggung teras) kan kita khawatirnya kalau di sini ada acara besar, acara ramai, banyak orang yang duduk di sana, khawatirnya jebol, kalau ini kan udah kuat sekarang udah keramik jadi nggak bakal sampai jebol,” tambahnya.
Adapun cara mempertahankan bangunan rumah adalah melakukan renovasi dan perbaikan.
“Kalau tidak ada renovasi ya mungkin sudah hancur dari dulu, dan berkali-kali kita adakan renovasi dan alhamdulillah sekarang pemerintah setempat Kota Bekasi terutama Dinas Pariwisata Kota Bekasi,” imbuhnya.
Abah Namin mengatakan Kranggan sudah lebih rame semenjak adanya Jalan Transyogi sebagai jalan alternatif. Kawasan ini memiliki rumah sakit, mall, hingga hotel.
“Tapi seiring dengan perkembangan zaman yang begitu cepat, dengan kekompakan kita, keguyuban kita, kemudian juga dengan semangat yang laur biasa dari para tokoh dari para sepuh, akhirnya kita masih bisa mempertahankan adat dan tradisi Kranggan,” ungkapnya.
Beberapa tradisi dan kebiasaan yang pun masih dijalankan, misalkan ritual Sedekah Bumi dan Mengarak Kebo Bule. Mereka bisa mengadakan ritual setiap bulan, tahun, hingga delapan tahun sekali.
Abah Namin mengaku tidak menolak modernisasi di dalam perkampungan. Ia sangat terbuka menerima perkembangan asalkan adat istiadat setempat dihargai.
“Saya sangat senang dan welcome dengan modernisasi selama mereka itu masih bisa menghargai kita, menghormati kita, dan bisa diajak kerja sama. Artinya para, mohon maaf, pendatang-pendatang itu pola pikir mereka udah modern, kita enoya aja , nyaman aja walaupun kita ada banyak sekali tantangannya untuk melaksankan adat,” terangnya.
“Udah masuk modernisasi dan itu tidak bisa dicegah oleh para tokoh, oleh para sesepuh tidak bisa dicegah,” pungkas Abah Namin.
Sumber: Detik.Com
https://www.detik.com/properti/berita/d-7616542/kisah-warga-kampung-kranggan-pertahankan-rumah-adat-sunda-selama-7-generasi
Editor: Caca